Sabtu, 15 November 2008

All About Duck

Surga Bebek di Kampung Para Kijang

“Total perputaran uang di sini tak kurang Rp 7 miliar per-tahun,”

Desa itu bernama Pakijangan, artinya tempat hidup kijang. Anehnya, jika mampir ke sana, bukan kijang yang didapat melainkan puluhan ribu bebek yang dipiara warga di sepanjang tepian sungai yang membelah desa itu.
Pelataran kandang berpagar bambu di kampung bebek ini dibuat menyentuh bibir sungai. Saat air sungai penuh, bagian pelataran kandang yang di genangi air menjadi tempat bebek bersuka-ria sepanjang hari.
Saat matahari mengintip dari ufuk timur, peternak di sana telah selesai memunguti telur. Sesaat kemudian deru mesin giling pakan terdengar dari sudut jalan. Waktunya meracik pakan dari bahan baku yang melimpah di desa itu, agar esok pagi telur bebek masih didapatkan. Dan ketika malam menyelimuti ‘perkampungan bebek’ ini, para peternak bersantai menikmati kopi ditingkahi suara kwek-kwek puluhan ribu bebek.

Kampung Bebek di Tepi Sungai
Soekiswo dari Sie Penyuluhan dan Kelembagaan Kantor Peternakan Brebes berkisah, sebelum 1995 warga Pakijangan, kec Bulakamba—Brebes, masih memelihara bebek di samping rumah yang kian hari semakin padat saja. Dampak bau kotoran yang menyengat dan amis sisa pakan mulai terasa.
Setelah mengalami tarik-ulur, akhir 1995 peternak bebek Pakijangan yang tergabung dalam Kelompok Tani Ternak Itik (KTTI) Adem Ayem itu pun akhirnya memindahkan lokasi peternakannya ke ‘perkampungan’ khusus bebek di lahan wedi kèngsèr (Daerah Aliran Sungai / DAS) sungai Pakijangan milik pemerintah desa setempat. Aliran sungai sepanjang 7 km itu (setara 25 ha), baru 1 km yang diberdayakan optimal.
“Total perputaran uang di sini tak kurang Rp 7 miliar per-tahun,” tutur Atmo Suwito Rasban (38 th), Ketua Koperasi KTTI AA I. Angka ini diperoleh dengan menghitung multiplier effect, meliputi omset pakan, produksi telur, produksi telur asin, DOD, bebek bayah (dara), pejantan, betina afkir dan tenaga kerja. “Tiap hari, setidaknya dibutuhkan 2 ton bekatul. Belum ikan-ikan rucah, leseh (semacam keong kecil), lancang (semacam kerang kecil dari laut) dan nasi aking yang menjadi bahan utama penyusun ransum,” imbuhnya.
“Eksistensi KTTI dan pengakuan komoditas bebek sebagai produk unggulan di wilayah ini di-perda-kan oleh Pemkab Brebes pada 2000,” ujar Soekiswo. Bupati pun setuju dengan misi sejuta bebek sepanjang sungai Pakijangan yang ditabuh KTTI Adem Ayem.
“Desa yang dulunya marginal sekarang terangkat perekonomiannya maupun posisi tawarnya di mata pemerintah. Berkah dari bebek,” tutur Mito, panggilan akrab Atmo Suwito Rasban di kampung. Rata-rata kepemilikan anggota pun meningkat. Dulu hanya 100-an, sekarang rata-rata 400 ekor/peternak. “Bahkan banyak yang memelihara 1000-an ekor,” sebutnya.
Kini, KTTI Adem Ayem (KTTI AA) desa Pakijangan ‘beranak-pinak’ menjadi 4 kelompok : Adem Ayem I hingga Adem Ayem IV. Aset total mereka mencapai Rp 650 juta, Rp 350 juta diantaranya milik Koperasi KTTI AA I.

Kewalahan
Menurut Mito, 65 ribu bebek –termasuk bayah— di kelompoknya baru mampu memproduksi 22 ribu butir telur/hari. Sebagian untuk memenuhi kebutuhan produksi telur asin kelompok, 2000 butir/hari. Ditambah usaha pembuatan telur asin warga, total kebutuhan bisa 10 ribu butir / hari.
Mito menyatakan, sejak mulai bulan puasa hingga 2 minggu pasca lebaran (1,5 bulan), total permintaan telur asin mencapai 2 juta-an butir, sehingga kekurangan pasokan 1,6 juta butir. Permintaan luar biasa banyaknya datang dari pengolah telur asin, pedagang lokal, hingga pasar Jakarta. “Berapapun produksinya mereka bersedia membeli. Sebab antara permintaan dan ketersediaan masih njomplang, ditandai tren harga telur bebek yang selalu naik hingga Rp 900,-/bt di pasar lokal,” papar lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia – Jogjakarta ini.

Selengkapnya baca Majalah TROBOS edisi November 2007

Tidak ada komentar:

Your Ad Here
validhyip.net